Wednesday, March 7, 2012

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangkan hati istri-istrinya


Termasuk perkara yang menguatkan tali kasih sayang diantara dua sejoli adalah variasi dalam cara bermuamalah dengan istri. Dan tidak diragukan lagi bahwa diantara cara mu’amalah yang memiliki pengaruh yang sangat kuat adalah berusaha untuk menyenangkan hati istri. Menyenangkan hati orang lain secara umum merupakan ibadah, apalagi menyenangkan hati seorang istri secara khusus yang telah banyak berjasa kepada suaminya. Dialah yang telah bersusah payah mengurus kebutuhan-kebutuhan suaminya, dialah yang mengurus anak-anak, dan pekerjaan-pekerjaan yang lainnya yang tidak diragukan lagi akan besarnya jasa seorang istri bagi suaminya. Tidak ada salahnya jika seorang suami memberikan hadiah “yang agak bernilai” untuk istrinya…, jika ia memang tidak mampu untuk melakukan demikian maka senangkanlah hati istrinya dengan cara-cara yang lain…, bahkan dengan perkataan yang baik terkadang lebih bermakna dari pada harta yang banyak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ “Perkataan yang baik adalah sedekah”. (HR Al-Bukhari III/1090 no 2827, Muslim II/699 no 1009)

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa perbuatan atau perkataan yang asalnya mubah namun jika diniatkan untuk menyenangkan hati orang lain maka akan bernilai ibadah. (Al-Qoulul Mufiid (Bab tentang  لَو, tatkala beliau menjelaskan tentang hadits Abu Huroiroh اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنفَعُكَ...))
Diantara dalil yang menunjukan bahwa membuat istri senang dan tertawa merupakan perkara yang disunnahkan dan dituntut dalam syari’at adalah perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir tatkala Jabir baru menikah

فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ

“Kenapa engkau tidak menikahi yang  masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling cumbu-cumbuan), 
engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa?”( HR Al-Bukhari 5/2053, Muslim 2/1087, Abu Dawud 2/220, An-Nasai di Al-Kubro 3/265, dan Al-Mujtaba 6/61)

Diantara contoh sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyenangkan hati istri-istri beliau adalah sebagai berikut

عن عائشة أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرِهِ ، وَهِيَ جَارِيَةٌ قَالَتْ : لَمْ أَحْمِلِ اللَّحْمَ ، وَلَمْ أَبْدَنْ ، فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوْا ،  فَتَقَدَّمُوْا ، ثُمَّ قَالَ : تَعاَلَيْ أُسَابِقُكِ ، فَسَابَقْتُهُ ، فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلِي ، فَلَمَّا كَانَ بَعْدُ ، خَرَجْتُ مَعَهُ فِي سَفَرٍ ، فَقَالَ لِأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوْا ، ثُمَّ قَالَ : تَعَالَيْ أُسَابِقُكِ ، وَنَسِيْتُ الَّذِي كَانَ ، وَقَدْ حَمِِلْتُ اللَّحْمَ ، وَبَدَنْتُ ، فَقُلْتُ : كَيْفَ أُسَابِقُكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأنَا عَلَى هَذِهِ الْحَالِ ؟ فَقَالَ : لَتَفْعَلَنَّ ، فَسَابَقْتُهُ ، فَسَبَقَنِي ، فَجَعَلَ يَضْحَكُ ، وَ قَالَ : هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ

Dari Aisyah bahwasanya ia pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersafar, dan tatkala itu ia masih gadis remaja (Aisyah berkata, “Aku tidak gemuk), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, “Pergilah ke depan”, lalu merekapun maju ke depan. Kemudian beliau berkata, “Kemarilah (Aisyah) kita berlomba (lari)”, maka akupun berlomba dengannya dan aku mengalahkannya. Tatkala di kemudian hari aku bersafar bersama beliau lalu beliau berkata kepada para sahabatnya, “Pergilah maju ke depan”, kemudian ia berkata, “Kemarilah (Aisyah) kita berlomba (lari)”, dan aku telah lupa perlombaan yang dulu dan tatkala itu aku sudah gemuk. Maka akupun berkata, “Bagaimana aku bisa mengalahkanmu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan kondisiku sekarang seperti ini?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau akan berlomba denganku”, maka akupun berlomba dengannya lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendahuluiku, kemudian beliaupun tertawa dan berkata, “Ini untuk kekalahanku yang dulu” (Syaikh Al-Albani berkata, “Dikeluarkan oleh Al-Humaidi di Musnadnya, Abu Dawud, An-Nasai, At-Thobroni dan isnadnya shahih sebagaimana perkataan Al-Iroqi dalam takhrij Al-Ihya’” (Adabuz Zifaf hal 204))

Hadits ini jelas menunjukan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan sikap lembut beliau kepada istri beliau. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk mencandai istrinya di hadapan para sahabatnya. Kalau kita perhatikan hadits ini jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba dengan Aisyah di awal kali bukanlah untuk kemenangan akan tetapi jelas untuk menyenangkan hati Aisyah. Kemudian setelah waktu yang lama setelah Aisyah gemuk beliau untuk kedua kalinya mengajak Aisyah berlomba untuk menyenangkan hati Aisyah, dan lomba yang kedua kali ini lebih terasa pengaruhnya dalam menyenangkan hati Aisyah.

Contoh yang lain

عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّى رَاضِيَةً وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى ، فَقُلْتُ : وَمِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّى رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُوْلِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيْمَ !! ، قَالَتْ : قُلْتُ : أَجَلْ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ

Dari Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Sesungguhnya aku tahu jika engkau sedang ridho kepadaku dan jika engkau sedang marah kepadaku”. Aku berkata, “Dari mana engkau tahu hal itu?”, beliau berkata, “Adapun jika engkau ridho kepadaku maka engkau berkata “Demi Robnya Muhammad”, dan jika engkau sedang marah maka engkau berkata, “Demi Robnya Ibrahim”!!. Aku berkata, “Benar, demi Allah wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu”. (HR Al-Bukhari V/2004 no 4930 dan Muslim IV/1890 no 2439)

Hadits ini menunjukan bagaimana cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat dan arahan kepada istrinya, dimana beliau ingin agar Aisyah merasa bahwa ia tahu kapan Aisyah marah kepadanya dan kapan ridho kepadanya. Beliau menyampaikan hal ini kepada Aisyah tatkala Aisyah dalam keadaan tenang, beliau menunjukan kepada Aisyah bahwasanya beliau sangat sayang dan memperhatikan Aisyah bahkan tatkala Aisyah sedang marah kepadanya. Kemudian beliau menyampaikan hal ini dengan metode canda yang membuat Aisyah senang dan menjawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh adab yang disertai dengan canda juga “Benar, demi Allah wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu”

Bersambung ...

Kota Nabi -shallahu ‘alaihi wa sallam -, 5 Februari 2006

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

Catatan Kaki:
[1] Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi, yaitu di atas pusat (Al-Minhaj III/203)

[2] HR Al-Bukhari I/55 no 117

[3] Maksudnya adalah karena putihnya Aisyah sehingga nampak kemerah-merahan (An-Nihayah fi Ghoribil Hadits I/438)

[4] Fathul Bari I/432

[5] Berkata Ibnu Hajar, “Dalam riwayat Muslim, ((Maka Nabi mengutus sekelompok sahabatnya untuk mencari kalung tersebut)), dan dalam riwayat Abu Dawud, ((Maka Nabi mengutus Usaid bin Al-Hudhoir dan sekelompok orang bersamanya)). Maka penggabungan dari kedua riwayat ini yaitu Usaid adalah pemimpin para sahabat yang ditugaskan oleh Nabi untuk mencari kalung tersebut…” (Al-Fath I/435)

[6] Syarh Az-Zarqooni I/160 dan Umdatul Qoori’ IV/3